Dialog Dakta: Membangun Jatidiri Budaya Bekasi


Dialog Dakta: Membangun 
 
Jatidiri Budaya Bekasi
 
BEKASIHERITAGE--Budaya Bekasi adalah produk budi dan 
daya orang Bekasi. Dengan demikian, seperti halnya
daerah-daerah lain di Indonesia, masyarakat Bekasi memiliki 
budayanya yang khas. “Sejak masa silam Bekasi didukung oleh 
masyarakat yang berbudaya heterogen, sarat dengan para 
pendatang,” kata Ketua Bekasi Heritage Ali Anwar dalam 
dialog budaya di Radio Dakta, Jumat (18/5) sore.
 
Selain Ali Anwar, dialog juga menghadirkan Komaruddin Ibnu 
Mikam dari Komunitas Budaya Pangkalan Bambu. Karena 
heterogen dan sarat pendatang, maka agak sulit mengatakan 
seseorang sebagai asli Bekasi. “Kalau ditarik ke atas, setiap 
orang Bekasi memiliki nenekmoyang yang berasal dari luar 
Bekasi,” ujar Ali. 
 
Karena telah lama bersentuhan dengan budaya luar, itu 
sebabnya orang Bekasi tidak alergi dengan para pendatang. 
 “Bahkan Mayor Madnuin Hasibuan (pejuangangkatan '45 
dan ketua DPRD Kabupaten Bekasi pertama) yang asal 
Sumatera Utara amat dihormati orang Bekasi”.
  
 
Betapapun demikian, bukan berarti masyarakat Bekasi 
tidak memiliki nilai-nilai budaya. “Nilai-nilai budaya
yang baik dari masa silam bisa diadopsi dengan budaya 
masa kini, sehingga menjadi jatidiri budaya yang khas
Bekasi,” kata Ali. Nilai-nilai budaya Bekasi, Ali menambahkan, 
sebenarnya amat tinggi.
 
Buktinya, Bekasi memiliki situs Buni (sebuah situs di 
Kampung Buni, Bunibhakti, Babelan, Kabupaten Bekasi)
yang menandakan adanya peradaban unggul pada 2000 
tahun silam. “Nenek moyang Bekasi sudah membuat
teknologi pertanian menggunakan beliung persegi,” ujar Ali.
 
Dalam upaya menanangani masalah banjir, dalam prasasti 
Tugu, Cilincing, Jakarta Utara (sebelum 1970-an Cilincing 
dan Tugu masuk dalam wilayah Bekasi) menunjukkan 
adanya upaya pembangunan kanal oleh Raja Tarumanagara, 
Purnawarman. 
 
“Kalau dulu nenek-moyang orang Bekasi bisa menanggulangi 
banjir, kini malah membuat perumahan yang mudah banjir,” 
kata Ali. Dari situ menu jukkan bahwa masyarakat Bekasi saat 
ini tidak mau belajar dari sejarah dan nilia-nilai budaya 
nenek-moyangnya. 
 
Budaya politik yang elegan juga telah ditanamkan oleh 
pahlawan nasional dari Bekasi, KH Noer Alie. Sebagai
contoh, saat Partai Nadhlatul Ulama (NU) keluar dari Partai 
Masjumi pada 1953, KH Noer Alie yang melihatgelagat bakal 
terjadi perpecahan dalam perpolitikan umat Islam, kemudian 
membentuk Partai NU di Bekasi. 
 
“Daripada NU Bekasi dibentuk orang luar Bekasi yang bakal 
 menimbulkan perpecahan, lebih baik dibentuk sendiri,” 
Ali mengungkapkan. Begitu juga saat Partai Masjumi 
dikhianati dalam pemilihan kepala daerah pada
1956, Noer Alie tidak mau melakukan politik balas dendam. 
“Nilai-nilai politik yang santun telah ditanamkan oleh beliau”. 
 
Itu sebabnya Ali merasa kecewa dengan para politisi masa kini 
yang dengan alasan tidak jelas menggulingkan Bupati Saleh 
Manaf. "Kalau begitu rakyat yang dirugikan, karena 
pembangunan teesendat-sendat". Bahkan terpilihnya 
Bupati Sa'diddin pun hendak dibatalkan. “Berilah kesempatan
kepada mereka yang terpilih untuk menjalankan posisi 
kemenangannya,” kata Ali. 
 
Untuk menumbuhkan nilia-nilai jatidiri budaya masyarakat 
Bekasi, Bekasi Heritage tengah merencanakan untuk 
mengajak para pelajar berstudi wisata ke Babelan. Mengapa 
Babelan? Karena di sana terdapat tiga keunggulan yang 
dipadukan dalam satu paket wisata, yakni makam KH Noer 
Alie, pengeboran minyak, dan situs Buni.
 
“Rencananya gratis, karena bus dan bensin akan diperoleh dari 
industriawan dan pemerintah daerah,” ujar Ali. “Pihak 
Pertamina, secara lisan sudah menyanggupi bensin dan snack”.
 
Sekretaris Komunitas Budaya Pangkalan Bambu Komarudin 
Ibnu Mikam menilai pembangunan di Bekasi tidak memiliki 
sentuhan budaya lokal. Sehingga bila investor membangun 
pusat perbelanjaan tidak mempunyai ciri kebekasian. 
“Mal-mal dibangun tidak mengakar secara budaya,” kata 
Komar.
 
Terhadap pertanyaan pemirsa soal kesenian Bekasi yang 
tidak bisa dijual di luar negeri, Komar menilai itu disebabkan 
oleh pemerintah setempat yang tidak peduli. Sebenarnya, 
kesenian Bekasi ada yang telah tampil di luar negeri, seperti 
Topeng Tambun, Bekasi. “Namun mereka tampil atas nama 
DKI  Jakarta,” kata Komar.
 
Melihat gersangnya nilai-nilai budaya di Bekasi, Komunitas 
Pangkalan Bambu bukan semata menyelenggarakan kegiatan 
budaya yang bersifa  kebekasian, namun juga membawa 
masyarakat Bekasi ke dalam budaya yang lebih luas. 
 
Diantaranya diskusi buiku-buku sastra dan seni. “Kami akan 
mengadakan pelatihan berbagai penulisan, seperti skenario,” 
kata Komaruddin. Bahkan tidak tertutup kemungkinan festival 
film internasional diselenggarakan di Bekasi.***
 

Posting Komentar