Korut Mainkan Diplomasi Intimidasi
Korut Mainkan Diplomasi Intimidasi
“Keunggulan” tersebut digunakan untuk menekan rival yang ingin Korut memenghentikan program nuklirnya.
“Para rival khawatir kepemilikan nuklir Korut dapat mengganggu perdamaian dan keamanan kawasan. Kekhawatiran tersebut benar-benar dimanfaatkan Korut. Negara Kim Jong-il ini bersedia menghentikan program nuklirnya jika negara-negara rivalnya mau memasok kebutuhan ekonomi mereka,” ungkap pengamat Hubungan Internasional Universitas Indonesia Hariyadi Wirawan pada diskusi “Menentukan Perang Strategis Indonesia di Tengah Konflik Korea,” di Megawati Institute, Jakarta, Selasa (30/11/2010).
Korut sangat sadar lingkungan mereka penuh dengan kekuatan-kekuatan ekonomi setelah Perang Dingin berakhir. Diplomasi unik Korut ini sebenarnya telah berjalan seiring dengan berlangsungnya six-party talks (pembicaraan enam negara).
Namun rupanya Korut masih jauh dari kata puas. Mereka ingin kompensasi yang lebih besar lagi. Akibatnya six-party talks terhenti di tengah jalan dan Korut meneruskan program nuklirnya.
Sikap Korut akhirnya dipertegas dengan pembeberan fasilitas pengayaan uranium yang mereka miliki kepad publik.
Korut sadar kondisi saling ancam sudah menjadi hal yang biasa di semenanjung Korea. Maka Pyongyang berpikir menggunakan cara yang lebih agresif mungkin akan membuat rival menuruti kemauan mereka. Korut sadar ancaman tanpa tindakan konkret sudah terlalu biasa digunakan dalam hubungan dengan rival.
Maka Korut memutuskan utuk melakukan sesuatu yang tidak biasa, yaitu serangan konkret untuk mewakili diplomasi intimidasi.
“Jika tidak melakukan serangan, maka niscaya tidak akan ada pihak yang mau mendengarkan permintaan Korut,”lanjut Hariadi.
Serangan terhadap pulau Yeonpyeong pada pekan lalu merupakan salah satu bentuk diplomasi ini.
[Okezone]
“Keunggulan” tersebut digunakan untuk menekan rival yang ingin Korut memenghentikan program nuklirnya.
“Para rival khawatir kepemilikan nuklir Korut dapat mengganggu perdamaian dan keamanan kawasan. Kekhawatiran tersebut benar-benar dimanfaatkan Korut. Negara Kim Jong-il ini bersedia menghentikan program nuklirnya jika negara-negara rivalnya mau memasok kebutuhan ekonomi mereka,” ungkap pengamat Hubungan Internasional Universitas Indonesia Hariyadi Wirawan pada diskusi “Menentukan Perang Strategis Indonesia di Tengah Konflik Korea,” di Megawati Institute, Jakarta, Selasa (30/11/2010).
Korut sangat sadar lingkungan mereka penuh dengan kekuatan-kekuatan ekonomi setelah Perang Dingin berakhir. Diplomasi unik Korut ini sebenarnya telah berjalan seiring dengan berlangsungnya six-party talks (pembicaraan enam negara).
Namun rupanya Korut masih jauh dari kata puas. Mereka ingin kompensasi yang lebih besar lagi. Akibatnya six-party talks terhenti di tengah jalan dan Korut meneruskan program nuklirnya.
Sikap Korut akhirnya dipertegas dengan pembeberan fasilitas pengayaan uranium yang mereka miliki kepad publik.
Korut sadar kondisi saling ancam sudah menjadi hal yang biasa di semenanjung Korea. Maka Pyongyang berpikir menggunakan cara yang lebih agresif mungkin akan membuat rival menuruti kemauan mereka. Korut sadar ancaman tanpa tindakan konkret sudah terlalu biasa digunakan dalam hubungan dengan rival.
Maka Korut memutuskan utuk melakukan sesuatu yang tidak biasa, yaitu serangan konkret untuk mewakili diplomasi intimidasi.
“Jika tidak melakukan serangan, maka niscaya tidak akan ada pihak yang mau mendengarkan permintaan Korut,”lanjut Hariadi.
Serangan terhadap pulau Yeonpyeong pada pekan lalu merupakan salah satu bentuk diplomasi ini.
[Okezone]
Diposting Pada 01 Dec 2010
KORUT – Korea Utara (Korut) saat ini tengah memainkan suatu diplomasi unik atau tidak biasa. Sadar mereka kurang memiliki kemampuan secara ekonomi, Korut menggunakan “keunggulan” yang mereka punya dalam hal fasilitas nuklir.“Keunggulan” tersebut digunakan untuk menekan rival yang ingin Korut memenghentikan program nuklirnya.
“Para rival khawatir kepemilikan nuklir Korut dapat mengganggu perdamaian dan keamanan kawasan. Kekhawatiran tersebut benar-benar dimanfaatkan Korut. Negara Kim Jong-il ini bersedia menghentikan program nuklirnya jika negara-negara rivalnya mau memasok kebutuhan ekonomi mereka,” ungkap pengamat Hubungan Internasional Universitas Indonesia Hariyadi Wirawan pada diskusi “Menentukan Perang Strategis Indonesia di Tengah Konflik Korea,” di Megawati Institute, Jakarta, Selasa (30/11/2010).
Korut sangat sadar lingkungan mereka penuh dengan kekuatan-kekuatan ekonomi setelah Perang Dingin berakhir. Diplomasi unik Korut ini sebenarnya telah berjalan seiring dengan berlangsungnya six-party talks (pembicaraan enam negara).
Namun rupanya Korut masih jauh dari kata puas. Mereka ingin kompensasi yang lebih besar lagi. Akibatnya six-party talks terhenti di tengah jalan dan Korut meneruskan program nuklirnya.
Sikap Korut akhirnya dipertegas dengan pembeberan fasilitas pengayaan uranium yang mereka miliki kepad publik.
Korut sadar kondisi saling ancam sudah menjadi hal yang biasa di semenanjung Korea. Maka Pyongyang berpikir menggunakan cara yang lebih agresif mungkin akan membuat rival menuruti kemauan mereka. Korut sadar ancaman tanpa tindakan konkret sudah terlalu biasa digunakan dalam hubungan dengan rival.
Maka Korut memutuskan utuk melakukan sesuatu yang tidak biasa, yaitu serangan konkret untuk mewakili diplomasi intimidasi.
“Jika tidak melakukan serangan, maka niscaya tidak akan ada pihak yang mau mendengarkan permintaan Korut,”lanjut Hariadi.
Serangan terhadap pulau Yeonpyeong pada pekan lalu merupakan salah satu bentuk diplomasi ini.
[Okezone]
Diposting Pada 01 Dec 2010
KORUT – Korea Utara (Korut) saat ini tengah memainkan suatu diplomasi unik atau tidak biasa. Sadar mereka kurang memiliki kemampuan secara ekonomi, Korut menggunakan “keunggulan” yang mereka punya dalam hal fasilitas nuklir.“Keunggulan” tersebut digunakan untuk menekan rival yang ingin Korut memenghentikan program nuklirnya.
“Para rival khawatir kepemilikan nuklir Korut dapat mengganggu perdamaian dan keamanan kawasan. Kekhawatiran tersebut benar-benar dimanfaatkan Korut. Negara Kim Jong-il ini bersedia menghentikan program nuklirnya jika negara-negara rivalnya mau memasok kebutuhan ekonomi mereka,” ungkap pengamat Hubungan Internasional Universitas Indonesia Hariyadi Wirawan pada diskusi “Menentukan Perang Strategis Indonesia di Tengah Konflik Korea,” di Megawati Institute, Jakarta, Selasa (30/11/2010).
Korut sangat sadar lingkungan mereka penuh dengan kekuatan-kekuatan ekonomi setelah Perang Dingin berakhir. Diplomasi unik Korut ini sebenarnya telah berjalan seiring dengan berlangsungnya six-party talks (pembicaraan enam negara).
Namun rupanya Korut masih jauh dari kata puas. Mereka ingin kompensasi yang lebih besar lagi. Akibatnya six-party talks terhenti di tengah jalan dan Korut meneruskan program nuklirnya.
Sikap Korut akhirnya dipertegas dengan pembeberan fasilitas pengayaan uranium yang mereka miliki kepad publik.
Korut sadar kondisi saling ancam sudah menjadi hal yang biasa di semenanjung Korea. Maka Pyongyang berpikir menggunakan cara yang lebih agresif mungkin akan membuat rival menuruti kemauan mereka. Korut sadar ancaman tanpa tindakan konkret sudah terlalu biasa digunakan dalam hubungan dengan rival.
Maka Korut memutuskan utuk melakukan sesuatu yang tidak biasa, yaitu serangan konkret untuk mewakili diplomasi intimidasi.
“Jika tidak melakukan serangan, maka niscaya tidak akan ada pihak yang mau mendengarkan permintaan Korut,”lanjut Hariadi.
Serangan terhadap pulau Yeonpyeong pada pekan lalu merupakan salah satu bentuk diplomasi ini.
[Okezone]